JANGAN
SIA-SIAKAN HIDUP INI !
Yang bersungguh-sungguh di antara
orang-orang pasif, yang mata bhatinnya melek di antara mereka yang tertidur,
orang bijak itu melaju bagaikan seorang pembalap yang meninggalkan
tunggangannya di belakang.
Dia yang telah mencapai penaklukan
yang tidak dapat ditaklukkan lagi, yang tak seorangpun di dunia ini sanggup
menerobos masuk, dengan jalan apa engaku hendak mengarahkannya, Yang Sadar,
Yang Mengatasi, Yang Tak Terlacak ?
Dia
yang tidak lagi dapat disesatkan oleh rantai-rantai belenggu manusia dan
racun-racun kejahatan, dengan cara apa engkau hendak mengarahkan diaYang Sadar,
Yang Mengatasi, yang tak terlacak ?
Mengapa ? karena kita semua mengetahui bahwa
tubuh itu fana, dan kita semua sedang mencari penyelamatan. Malam akan terasa
panjang bagi dia yang tidak dapat memejamkan matanya; satu Mil akan tersa amat
panjang bagi dia yang kelelahan; dan bagi si Pandir hidup ini akan terasa amat
panjang karna ia tidak mengetahui hukum sejati. Karena seperti seorang
pengembala yang menggiring kawanan ternak ke dalam kandang bersama
pembantu-pembantunya, begitu pula Umur dan Kematian menggiring kehidupan
manusia.Tetapi, karena manusia rentan terhadap berbagai godaan dari dunia yang
penuh ilusi ini, si bodoh tetap menjalani kehidupan yang rentan, malas-malasan,
lemah dan tidak mengacuhkan tata krama sosail. Inilah kehidupan dalam
kesia-siaan, kehidupan yang tidak pantas dibicarakan.
Dia yang hidup selama seratus
tahun, acuh tak acuh dan seenaknya sendiri, satu hari akan jauh lebih berharga
baginya apabila dalam sehari itu ia bisa bersikap bijaksana dan reflektif. Dia
yang hidup selama seratus tahun namun bermalas diri dan lemah hatinya, satu
hari akan jauh lebih berharga apabila dalam sehari usianya itu ia mencapai
kekuatan yang tak tergoyahkan…..Dia yang hidup selama seratus tahun namun tidak
melihat hukum yang tertinggi, hidup selama satu hari saja akan jauh lebih
berharga apabila dalam sehari itu dia melihat hukum yang sejati.
Sangat
mungkin kita bertambah “ tua dalam kesia-siaan “:
Seseorang tidak otomatis dianngap
dewasa atau bijaksana hanya karena uban di kepalanya, dari segi usia,
barangkali ia sudah mencapai kematangan biologis tetapi itu disebut “Tua dalam
kesia-siaan “ Karena pertumbuhan moral itu sungguh ada: Orang yang sedikit belajar akan menua seperti
seekor sapi; dagingnya kian tebal dan makin gempallah tubuh sang sapi, tetapi
pengetahuannya tidak bertambah sedikitpun. Oleh karena itu, kita mendengar
Sangkakala nyaring yang menyerukan panggilan untuk bangkit dari kehidupan moral
yang sembarangan dan penuh kemalangan:
“
Bangkitkan dirimu ! Jangan bermalas-malas ! Ikutlah hukum keutamaan
Dia yang setia akan beristirahat dalam kebahagiaan tak terbatas
dalam kehidupan ini dan kehidupan selanjutnya. Datang, tataplah dunia ini yang
bersinar-sinar bagaikan kereta perang kerajaan;
Orang-orang bodoh tersedot ke dalanya, tetapi mereka yang bijak menyentuhpun tidak pernah ”
Langkah
pertama dan terakhir adalah penaklukan diri:
Bangkitkan
dirimu dengan kekuatanmu sendiri, periksalah dirimu sendiri; maka berkat sikap
atentif dan pertahanan diri yang kuat, engkau akan hidup bahagia. Karena diri
adalah tuan atas diri, diri adalah pengungsian bagi diri; oleh karena itu,
kekanglah dirimu seperti pedagang mengenakan tali kekang kepada seekor kuda
yang istimewa. Keledai adalah seekor binatang yang baik, begitu juga kuda-kuda
Misra yang sudah tersohor itu dan gajah-gajah bergading panjang; tetapi masih
lebih baik lagi dia yang dapt menaklukkan dirinya sendiri. Karena dengan
binatang-binatang ini tak seorangpun dapat mencapai negeri yang tak terjamah
kaki-kaki manusia (Moksha) di tempat seseorang yang sudah menaklukkan dirinya
duduk di atas punggung seekor binatang yang sudah dijinakkan ! – Ia mengendarai
dirinya yang sudah dijinakkan tersebut. Pikiran yang mendasar ini harus
terus-menerus diutarakan dan dikumandangkan dalam setiap napas dan langkah
kita.
Jikalau seseorang seribu kali
menaklukkan seribu orang tapi seorang lainnya hanya menaklukkan satu orang saja
yaitu dirinya sendiri, orang ini adalah yang terbesar dari antara para
penakluk. Proses penyelamatan harus datang dari dalam diri kita, atas pilihan
pribadi. Kejahatan dilakukan karena dirinya sendiri maka seseorang mengalami
penderitaan juga atas pilihan kejahatannya sendiri.
Tidak ada akibat sekecil apapun
yang menimpa diri kita penyebabnya berasal dari luar diri kita. Engkau bagaikan
sebuah magnet yang hanya dapat menarik unsur yang sama. Jika engkau berpikir
benar, berkata jujur dan berbuat bajik saat itu pula sebenarnya engkau
menarik kebenaran dan kebajikan tersebut
dan demikian pula sebaliknya.
Yang murni dan yang tidak murni jatuh dan
bangun oleh pilihan-pilihan pribadi yang mereka buat sendiri, tak seorang pun
dapat memurnikan salah satu di antara mereka, kecuali dirinya sendiri. Jika ada
suatu hal yang benar yang harus dilakukan, hendaknya engkau melakukanya dengan
semangat kebenaran. Hanya seorang pengembara yang sembrono yang menyebarkan abu
hawa nafsunya ke mana-mana !
Yang pertama yang harus dilakukan oleh
seorang manusia adalah menjauhkan diri dari kehidupan palsu dan mencapai
sesuatu ketinggian moral, dari situ ia akan sanggup melihat sebuah dunia yang
berbeda dari sebelumnya. Ketika seorang terpelajar mengenyahkan kesombongan
dengan keseriusan hati, di yang bijak itu sesungguhnya sedang memanjat
teras-teras ketinggian kebijaksanaan seraya menatap gerombolan bodoh di bawah sana; bebas dari
penderitaan dia menatap kerumunanan yang dicengkram penderitaan seperti orang
yang berdiri di atas puncak gunung dan melihat mereka yang berada di lereng
gunung tersebut.
Yang menarik rasa ingin tahu kita adalah bahwa
keselamatan datang berkat Pengetahuan. Terowongan-terowongan
penyelamatan ada di mana-mana, nafsu yang menggila bermunculan ke segala arah;
jika engkau melihat nafsu sedang tumbuh tunas ke segala arah, tebaslah akarnya
dengan pengetahuan ! Demikian pula, jikalau sudah mengetahui bahwa tubuh
manusia sangat mudah retak dan hancur seperti tempayan dari tembikar dan
membuat pikirannya sekokoh benteng pertahanan, seseorang harus menyerang Sang
penggoda, dengan senjata pengetahuan, seseorang harus mengawasi dia
ketika hendak ditaklukkan dan jangan
pernah mengaso. Karena yang terbesar di antara sekalian kejahatan adalah
ketidakacuhan. Ketidakacuhan ibarat setetes noda yang dapt mengkontaminasi
sebelanga Amertha. Kehidupan jahat benar-benar merupakan kehidupan tanpa
pikiran. Keseriusan aktif adalah jalan menuju immortalitas; ketidakseriusan
pasif adalah jalan menuju kematian. Karena bagaimanapun, kejahatan dan penderitaan
itu identik. Hanya mereka yang tidak mampu melihat bahwa penderitaan adalah
konsekuensi logis dari kejahatan yang terus melakukan kejahatan : Jikalau
seseorang melakukan dosa, janganlah dia mengulangi hal itu. Hendaknya dia tidak
bersuka cita dalam perbuatan-perbuatan dosa : Akumulasi kejahatan adalah
penderitaan.
Dan kebaikan dan kebahagiaan adalah
identik : Jikalau seseorang melakukan perbuatan baik, biarlah dia mengulanginya
sekali lagi, kiranya di bersuka cita di dalam perbuatan tersebut : Akumulasi
kebaikan adalah kebahagiaan.
Orang yang berkeutamaan akan merasa
bahagia karena ia memperoleh kebahagiaan yang tidak dapat diambil dari dirinya,
dan akan merasakan kebahagiaan di dunia ini dan dunia yang akan datang;
kebahagiaanya akan lebih besar ketika menjalani jalan yang baik. Sekali
lagi:
Kita sungguh hidup dalam
kebahagiaan, tidak membenci mereka yang membenci kita ! di antara orang-orang
yang membenci kita, hendaknya kita hidup bebas dari kebencian ! Kita sungguh
hidup dalam kebahagiaan, bebas dari ketamakan di antara orang-orang tamak ! di
antara orang-oarang yang tamak, hendaknya kita hidup bebas dari ketamakan.
Kita sungguh hidup dalam kebahagiaan,
meskipun kita tidak memiliki apapun ! kita akan seperti Dewa- Dewa yang
menyinarkan cahaya terang seraya minum dari mata air kebahagiaan, karena
kekuatan kebaikan tidak lekang dimakan waktu ; Engkau tidak mencium bau wangi
sekuntum bunga berlawanan dengan arah tiupan angin yang membawanya, begitu juga
yang terjadi pada wangi kayu cendana, gaharu. Akan tetapi, harum wangi
orang-orang baik berhembus bahkan berlawanan dengan arah tiupan sang Bhayu;
kebaikan seseorang diberitakan kesegenap penjuru mata angin. Orang bijak akan
terlihat dari kejauhan seperti hamparan salju di puncak gunung yang kelihatan
dari negeri-negeri yang jauh. Orang jahat tidak terlihat, seperti sebuah anak
panah yang melesat di gulita malam.
Itulah sebabnya: kita jangan membiarkan pikiran-pikiran akan
kebencian, amarah, nafsu melenggang masuk ke dalam pikiran kita, jangan membalas
kejahatan dengan kejahatan melaikan mengganjar kejahatan dengan kebaikan.
Karena ia yang dapat menarik kembali amarah yang mau menyembur adalah ibarat
sebuah kereta perang yang sedang menggelinding, dia disebut seorang kusir
sejati. Orang-orang yang lainnya hanyalah sekedar pemegang tali-tali kekang.
Kalahkan amarah dengan cinta, atasi kejahatan dengan kebaikan, atasi
keserakahan dengan pembebasan dan hadapi Sang penipu dengan kebenaran !
Seseorang tidak menjadi terpelajar karena ia banyak bicara. Dia yang
hatinya sabar dan bebas dari rasa benci dan takut, dia disebut yang terpelajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar