Agama Hindu Mengajarkan Umatnya Agar Dapat Memanusiakan Alam
OM SWASTIASTU. OM AWIGNAMASTU.
Masih banyak orang-orang yang kurang mengerti tentang hidup, sedangkan mereka dapat mengatakan dirinya sedang hidup. Ada pula yang memberikan definisi hidup itu adalah bergerak. Jadi setiap yang bergerak itu hidup, sepertinya benar juga. Tetapi kemungkinan salahnya pasti ada juga, itu sangat tergantung dari sudut pandang kita. Dari mana kita memandangnya penilaian kita pasti mulai dari sudut itu.
Pikiran saya selalu dibayangi oleh setumpuk kata-kata seperti itu. Setiap saat saya merenungkan hidup ini. Apa sebenarnya hidup itu? Didalam sebuah buku saya pernah membacanya; Bahwa hidup ini tidak ada lain adalah kesempatan emas untuk berkarma. Karma itu ada dua yaitu karma baik (Subhakarma), dan karma yang tidak baik (asubhakarma). Jadi dalam hidup ini pasti dan harus seseorang itu berkarma, apa itu karma yang baik maupun karma yang tidak baik. Kembali saya berpikir apakah saya ini telah berkarma baik?
OM SWASTIASTU. OM AWIGNAMASTU.
Masih banyak orang-orang yang kurang mengerti tentang hidup, sedangkan mereka dapat mengatakan dirinya sedang hidup. Ada pula yang memberikan definisi hidup itu adalah bergerak. Jadi setiap yang bergerak itu hidup, sepertinya benar juga. Tetapi kemungkinan salahnya pasti ada juga, itu sangat tergantung dari sudut pandang kita. Dari mana kita memandangnya penilaian kita pasti mulai dari sudut itu.
Pikiran saya selalu dibayangi oleh setumpuk kata-kata seperti itu. Setiap saat saya merenungkan hidup ini. Apa sebenarnya hidup itu? Didalam sebuah buku saya pernah membacanya; Bahwa hidup ini tidak ada lain adalah kesempatan emas untuk berkarma. Karma itu ada dua yaitu karma baik (Subhakarma), dan karma yang tidak baik (asubhakarma). Jadi dalam hidup ini pasti dan harus seseorang itu berkarma, apa itu karma yang baik maupun karma yang tidak baik. Kembali saya berpikir apakah saya ini telah berkarma baik?
Menentukan suatu karma baik maupun tidak baik ada pedomannya, yang saya maksudkan pedoman itu adalah ajaran agama. Apabila perbuatan saya itu telah sesuai dengan ketentuan ajaran agama, sudah pasti karma saya itu tergolong baik dan karma saya disebut jelek atau buruk, apabila perbuatan saya tidak sesuai dengan ajaran agama, itu sudah pasti. Gejolak pikiran saya seperti itu membuat saya sering merenungkan hidup ini.
Pada suatu ketika, saya membayangkan bila saya dapat berbuat yang sesuai dengan ajaran agama (Hindu), betapa bahagianya hati saya, rasanya sorga itu berada di depan mata. Apalagi dalam ajaran agama Hindu sangat menekankan pada keseimbangan hidup. Bahwa hidup yang seimbang itu akan membawa kebahagiaan. Kata seimbang ini lama sekali menjadi renungan dalam hati saya.
Suatu ketika saya mengalami naik pesawat udara, di dalam pesawat waktu terbang di udara, disitu saya dapatkan contoh keseimbangan. Pesawat itu dapat atau bisa mencapai tujuan, faktor utamanya adalah keseimbangan. Dapatkah kita bayangkan jika pesawat udara itu terbang tanpa keseimbangan, bagaimana jadinya? Jangankan dapat mencapai tujuan, tinggal-landaspun sangat sulit. Demikikan pula kita, untuk mencapai tujuan harus menjaga keseimbangan hidup. Apalagi mencapai tujuan hidup seperti yang termuat dalam ajaran agama Hindu yaitu; MOKSARTHAM sangat ditentukan oleh mampu atau tidaknya kita menjaga keseimbangan hidup. Demikian sekilas renungan saya di dalam pesawat, yang selalu membayangi pikiran saya.
Selanjutnya sampailah pikiran saya terpatok pada kata keseimbangan. Banyak orang tahu mengatakan seimbang-seimbang, tapi masih sedikit orang yang mampu mempraktikan atau mencari seimbang itu. Apa sebenarnya seimbang itu? Dalam diri kita apanya yang perlu diseimbangkan? Berhari-hari bahkan berbulan-bulan saya memikirkan kata seimbang itu, mungkin di antara saudara-saudara pembaca ada yang berpikir seperti saya? Oleh karena kata-kata itu selalu menghiasi pikiran saya, sehingga hampir setiap ada kesempatan saya melihat kepustakaan, baik itu buku maupun kepustakaan lontar. Akhirnya saya ketemu jawabannya. Walaupun tidak tersurat, namun tersirat ada jawabannya.
Manusia diciptakan oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa, diberikan kelebihan jika dibandingkan dengan makhluk lain ciptaannya. Kelebihan yang dimaksud adalah, manusia diberikan lebih yaitu idep (pikiran). Semestinya dengan memiliki idep manusia dapat mengatur/manata alam beserta isinya demi kesejahtraan hidup manusia sendiri. Fungsi pikiran seperti ini masih tidak banyak diketahui oleh manusia, sehingga mereka menggunakan pikirannya tidak berlandaskan tatanan yang telah digariskan oleh ajaran agama. Sangat sulit akan mendapatkan kebahagiaan sejati. Paling-paling yang akan didapat adalah kebahagiaan yang semu (palsu). Karena cara mendapatkan kebahagiaan sejati tidak diketahui.
Banyak di antara kita salah sangka, ada yang menyangka kebahagiaan itu disebabkan karena banyak uang, akhirnya mereka sibuk mengejar uang. Adapula yang mencari kebahagiaan itu dengan cara mengumbar nafsu (yang laki nyari perempuan sebanyak-banyaknya, yang perempuan juga nyari laki sebanyaknya). Akhirnya bukan bahagia yang didapat bahkan sengsara yang ditunai. Kejadian seperti inilah yang saya amati di tengah-tengah masyarakat, merupakan contoh ketidaktahuan manusia menggunakan pikiran untuk mewujudkan kebahagiaan yang dapat dinikmati bersama.
Secara pelan-pelan dan pasti kita perhatikan wujud nyata pelaksanaan ajaran agama Hindu di lapangan, dapat kita rangkum untuk digunakan sebagai pedoman untuk mencapai kebahagiaan. Seperti adanya upacara tumpek uduh (tumpek pangatag), tumpek kandang, upacara magpag toya, upacara nyakapan karang, dan banyak lagi yang lain. Kadang-kadang luput dari perhatian kita. Bahkan ada pula yang merendahkan seperti ditanggapi bermacam-macam yang bernada miring. Misalnya agama Hindu mengajarkan menyembah pohon, menyembah batu (menyembah berhala). Namun sesungguhnya kita diajarkan menggunakan pikiran untuk dapat kebahagiaan sejati melalui cara, memanusiakan alam beserta lingkungan. Bagaimana kita menyayangi diri kita sendiri, begitulah semestinya kita menyayangi alam dan lingkungan kita.
Dalam proses tersebut (memanusiakan alam dan lingkungan), dilandasi oleh rasa cinta, kasih dan sayang. Saya pikir seperti itu, karena kita tidak akan mungkin bisa hidup bahagia tanpa alam dan lingkungan yang lestari, apalagi hidup tanpa alam dan lingkungan. Jadi seperti itulah jalan pikiran saya melihat kenyataan pelaksanaan ajaran agama kita (Hindu), didalam menuntun umat manusia untuk dapat hidup bahagia berdampingan dengan sesama di atas bumi ini.
Untuk itu marilah kita cintai dan sayangi alam beserta lingkungan kita demi tercapainya hidup bahagia bersama-sama. Kita adalah makhluk individu, makhluk sosial dan makhluk religius, hayatilah itu dan amalkan dalam hidup ini, mungpung masih diberi kesempatan hidup. Ingat waktu yang tersedia untuk hidup sangat singkat sekali. Lakukanlah apa yang bisa dilakukan demi tercapainya kebahagiaan bersama. Hancur dan lestarinya alam ini atas bijak atau tidaknya perlakuan kita.
Jadi konsep memanusiakan alam dan lingkungan merupakan landasan utama untuk mendapatkan keseimbangan di dalam mewujudkan kebahagiaan.
OM, SANTIH, SANTIH, SANTIH, OM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar